30 persen anak jalanan hilang keperawanannya (Wawasan, 2000)

Bersiap meluncur ke jalan-jalan (Dok. Setara)
Bersiap meluncur ke jalan-jalan (Dok. Setara)

WAWASAN, Rabu, 31 Mei 2000

Semarang(Wawasan), Berkaitan dengan peringatan Hari Anak Internasional 1 Juni besok, Yayasan Setara merencanakan serangkaian kampanye soal pencegahan, perlindungan dan pemulihan hak anak jalanan korban eksploitasi seksual. Salah satu bentuk kampanye tersebut adalah penyebaran dan penempelan stiker di kendaraan umum, serta membagi-bagi selebaran anti eksploitasi seksual terhadap anak oleh publik.

Kegiatan yang diagendakan berlangsung pukul 09.00 – 11.00 akan dilakukan di kawasan Pasar Johar, Terminal Rejomulyo, halte bus depan hotel Dibya Puri, kawasan Tugu Muda, Simpanglima, perempatan Gedung Bioskop Admiral serta perempatan bekas gedung Bioskop Manggala.

Suningsih, membagikan stiker kepada para penumpang bus kota
Suningsih, membagikan stiker kepada para penumpang bus kota

Menurut Koordinator Pelaksana Bambang Pamungkas, pelaksanaan kampanye sehubungan dengan realitas yang ada bahwa eksploitasi seksual terhadap anak merebak di mana-mana. Kasus-kasus seperti pelecehan, kekerasan seksual, perkosaan anak, serta komersialisasi anak seperti pelacuran dan penjualan anak untuk konsumsi pornografi sudah sangat memprihatinkan. Di Semarang, misalnya, kasus eksploitasi terhadap anak sering dijumpai terutama terhadap kelompok anak-anak jalanan.

Penelitian Yayasan Setara (1999) mengenai anak jalanan perempuan di Semarang menemukan kenyataan hampir seluruh anak pernah mengalami pelecehan seksual. Sebanyak 30 persen anak kehilangan keperawanan akibat perkosaan, 46 persen anak berada dalam prostitusi, bahkan ada indikasi mereka menjadi korban sindikat perdagangan anak. Sedangkan pelecehan terhadap anak laki-laki belum banyak terungkap, namun mereka juga menjadi objek seksual orang dewasa.

Adanya konvensi Hak-Hak Anak yang diadopsi oleh PBB pada 1989 telah meletakkan paradigma baru dalam memandang anak sebagai subjek manusia. Dimana anak memiliki hak atas perlindungan terhadap eksploitasi dan penganiayaan seksual, termasuk prostitusi dan pornografi.

Patut disayangkan, sejauh ini sosialisasi hak-hak tersebut yang mestinya menjadi kewajiban negara belum banyak dilakukan. Kesertaan delegasi Indonesia dalam kongres menentang eksploitasi seksual belum ditindaklanjuti dengan penyusunan agenda nasional. Dengan kata lain, itu mencerminkan kurangnya kesadaran tentang hak-hak anak, khususnya perlindungan anak dari eksploitasi seksual.

Anak yang menjadi korban eksploitasi seksual dipaksa menjalani situasi yang sangat buruk. Maka dari itu, eksploitasi anak harus dihentikan. Orang dewasa yang menggunakan anak untuk tujuan seksual, apapun alasannya harus dipandang pelaku kejahatan yang pantas dihukum berat. Sebagai upaya menumbuhkan perhatian dan kepedulian terhadap isu eksploitasi seksual terhadap anak dan mendorong gerakan sosial menentang hal itu, diperlukan kampanye yang gencar mengenai hak-hak anak. (EnCt)

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *