Anak Desa Rawan Jadi Korban Trafficking, Bujuk Korban Lancarkan Beraneka Modus (Radar Semarang, 2009)

RADAR SEMARANG, Senin, 14 Desember 2009

DEMAK – Perdagangan orang (human trafficking) kini menjadi masalah sosial yang kian kompleks. Faktor kemiskinan, rendahnya pendidikan serta tingginya pengangguran di pedesaan masih menjadi pendorong utama betapa mudahnya para korban diperdaya para pelaku trafficking tersebut. Untuk mengingatkan masyarakat terkait bahaya trafficking ini, kemarin, Yayasan Setara yakni sebuah LSM asal Semarang memberikan gambaran detail melalui teater pendek soal perdagangan manusia yang kerap terjadi di tengah masyarakat tersebut. Melalui teatrikal dan penyebaran poster itu, anak-anak utamanya para perempuan diminta selalu mewaspadai trafficking.

Teatrikal yang digelar di SDN 1 Batu, Desa Batu, Kecamatan Karangtengah itu diantaranya dimainkan seorang anak desa bernama Trasti. Trasti berperan sebagai anak jalanan yang setiap hari menjalani kehidupan yang cukup memprihatinkan. Untuk membantu ekonomi keluarganya yang serba kekurangan, dia terpaksa mengemis. Saban hari meminta-minta di lampu merah satu berpindah ke lampu merah lainnya. Suatu saat, gadis lugu itu ditawari pekerjaan yang katanya lebih menjanjikan.

Dengan berbagai rayuan akhirnya ia menerima tawaran orang tak dikenalnya itu. Jadilah, remaja itu diperdaya orang yang belakangan diketahui sebagai mucikari yang kerap mencari mangsa gadis gadis lugu dari pedesaan untuk dipekerjakan di tempat hiburan malam. Dia menjadi korban sindikat perdagangan anak.

Catur Wahyu Laksono alias Yoyok dari Yayasan Setara, Semarang menuturkan, dengan aksi teatrikal itu, pihaknya ingin memberikan informasi pada masyarakat soal trafficking.

Tujuannya, agar para orangtua melindungi anaknya dari berbagai modus perdagangan anak. “Kita prihatin karena banyak korban trafficking ini banyak dari perempuan dan anak-anak,” terangnya.

Menurutnya, modus perdagangan anak bermacam-macam. Diantaranya, dilakukan dengan modus pengantin pesanan, duta seni negara, adopsi anak, penjualan bayi, penjualan anak sebagai bisnis pornografi dan perdagangan narkoba.

Modus lainnya adalah menjadikan pekerja rumah tangga domestik maupun pekerja migran tanpa surat resmi, anak jalanan, hingga modus penipuan yang dilakukan penyalur jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) kepada para TKI. Catur menuturkan, dengan disahkan UU Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, sudah saatnya masyarakat turut serta memberantas aksi trafficking tersebut. Tokoh masyarakat Desa Batu, Prihatiningsih, mengatakan, para orangtua berperan dalam melindungi anak-anaknya. (hib/lis).

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *