SUARA MERDEKA, 5 Mei 1997, Halaman II
SEMARANG – Faktor birokrasi, ternyata menjadi hambatan dominan bagi anak-anak jalanan yang ingin melanjutkan sekolah. Menurut hasil penelitian Yayasan Duta Awam, bekerjasama dengan Paguyuban Anak Jalanan Semarang (PAJS), tercatat 63,2 persen anak jalanan di Semarang berstatus putus sekolah.
“Di antara mereka, memang banyak yang gagal masuk sekolah lagi gara-gara terbentur birokrasi. Berbagai persyaratan yang ditentukan, misalnya buku rapor lama, kerap kali nggak bisa dipenuhi, karena sudah hilang,” kata Winarso (27), yang selama ini menjadi kakak pendamping di PAJS.
Namun demikian, menurut dia, ada juga anak-anak yang bisa sekolah lagi. Hanya saja, karena diteror teman-temannya lantaran dianggap anak nakal, mereka tidak tahan, dan akhirnya drop out kembali.
Selain itu, tidak sedikit tawaran dari berbagai pihak yang meminta agar anak-anak jalanan itu meneruskan pendidikan lewat kejar paket A dan B, atau ujian persamaan (upers). Namun, tawaran semacam itu sulit diterima, pasalnya ijazah upers tidak bisa digunakan untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, misalnya dari SD ke SMP.
Di samping karena putus sekolah, anak jalanan Semarang yang sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah ada sebanyak 6 persen. Bagi mereka yang putus sekolah, kebanyakan tidak melanjutkan setelah memperoleh ijazah SD (21,6 persen).
Sedang yang putus sekolah selepas lulus SLTP sebanyak 10 persen. Selebihnya, 10 persen keluar ketika masih kelas I, 6,7 persen saat kelas II, 10 persen di kelas III, 11,7 persen di kelas IV, 11,7 persen ketika kelas V, 5 persen di SLTP kelas I dan 13,3 persen saat duduk di SLTP kelas II.
Hasil penelitian itu dipresentasikan di hadapan wartawan, Jumat lalu di Semarang. Sebagai presentator adalah Direktur Eksekutif Nila Ardhianie, didampingi beberapa pengurus lainnya.
Penelitian tersebut melibatkan 78 anak jalanan terdiri dari laki-laki (77 persen responden) dan 23 anak jalanan perempuan (23 persen responden). Pola penyebaran daerah kerja mereka, sedikit terkonsentrasi di Pasar Johar dan sekitarnya.
Hubungan Seks
Fenomena lain yang juga terungkap lewat penelitian itu adalah perilaku seksual mereka. Berhasil diketahui, 31 persen anak jalanan sudah pernah melakukan hubungan seksual. Yang mengejutkan, ternyata persentase anak perempuan yang berhubungan seksual lebih besar ketimbang anak laki-laki.
Lebih dari separo responden perempuan (56,5 persen), pernah berhubungan seks. Sedang anak laki-laki yang pernah melakukan “hanya” 23 persen. Jumlah hubungan seksual yang dilakukan per bulannya, juga boleh dibilang cukup tinggi. Tercatat 12,9 persen anak yang biasa melakukan hubungan seksual lebih 8 kali dalam sebulan.
Sedangkan yang jumlah hubungan seksnya dalam sebulan tidak pasti, ada 48,4 persen. Selebihnya 6,5 persen melakukan 1 kali per bulan, 16,2 persen 2-3 kali, 3,2 persen 4-5 kali dan 3,2 persen lainnya sebanyak 6-7 kali. (ap,D4-50p).