SUARA MERDEKA, 03 September 2008
KEHIDUPAN di jalanan sering diidentikkan dengan tempat yang keras. Orang berjuang keras dalam kehidupan yang serba terbatas. Bahkan, untuk tetap bertahan hidup ada yang melakukan tindakan yang tidak baik, seperti mencopet, mencuri, atau menjadi preman.
Sebagian orang beranggapan para preman itu melakukan tindakan tidak terpuji itu karena kurangnya pendidikan moral atau belum mengenal ajaran agama.
Meski di Semarang terdapat banyak penceramah agama.
Namun, tak banyak di antara mereka yang rela melakukan dakwah kepada kaum marjinal, seperti anak-anak jalanan, penjaja seks komersial (PSK), dan preman.
Hanya beberapa saja yang rela mencurahkan hidupnya, merangkul para preman menunjukkan jalan kebaikan, yakni jalan yang diridloi Allah.
Salah satunya, Gus Tanto, pengasuh Pesantren Istighfar di Jalan Purwosari Perbalan I/755 D Semarang.
Lelaki berambut panjang itu, mengaku sering keluar masuk tempat kaum kumpulnya preman, seperti terminal dan lokalisasi. Di tempat tersebut, dia tidak berceramah agama, melainkan memberikan suri tauladan.
Amar ma’ruf nahi mungkar(mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) yang dilakukannya bukannya tanpa halangan. Suatu ketika, ia pernah dikeroyok sejumlah preman di terminal. Mengetahui orang yang dikeroyok bergeming, para preman berbadan kekar pun merasa ketakutan dan akhirnya dirangkulnya.
Gus Tanto mengatakan, dalam mensiarkan agama Islam prinsipnya adalah saling asah asuh asih. Dia merangkul para preman, memberikan keteladanan dan mengenalkan jalan yang di-ridloi Allah. Saat ini, Pesantren Istighfar memiliki seratusan lebih santri. Mereka yang ngangsu ilmu di tempatnya, kebanyakan para mantan preman.
Penceramah Wanita
Hal senada dilakukan Dra Hj Siti Alfiaturohmaniah MSi, penceramah agama dari Yayasan Riyadhul Jannah. Wanita itu juga sering melakukan siar agama kepada kaum marjinal, di lokalisasi. Mendakwahkan agama kepada kaum marjinal bukanlah sesuatu yang mudah. Sebab, mensiarkan agama dan mengajak ke arah kebaikan terhadap kaum marjinal, seperti penjaja seks komersial (PSK) itu dibutuhkan ketelatenan.
Ibaratnya, batu sekeras apapun jika ditetesi air secara terus menerus akan lapuk.
Koordinator Pengurus Harian Yayasan Setara, Hening Budiyawati mengatakan, meski organisasinya yang memfasilitasi kegiatan pembelajaran anak jalanan itu tidak berbasis agama, namun relawannya ada yang dakwah agama.
Setidaknya 300 anak jalanan dan retan (berisiko tinggi turun ke jalan) secara rutin diberi pembinaan olah para relawan. Bentuk pembinaannya berupa pendidikan informal, sehingga mengurangai waktu mereka di jalan. (Aris Mulyawan-56)
Sumber : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2008/09/03/29073/Merangkul-Preman-Kenalkan-Tuhan-